STRUKTUR DAN KLASIFIKASI ILMU PENGETAHUAN
PENDAHULUAN
Matinya kreativitas seseorang dalam menelurkan karya-karya ilmunya, dapat disebabkan salah satunya adalah oleh ketidakfahaman terhadap mekanisme kerja ilmu pengetahuan. Seseorang yang berpengetahuan akan disebut mandul (tidak produktif) bahkan tidak pantas disebut sebagai seorang ilmuan, ketika ia selalu terbentur dengan perjalanan proses menuju puncak pencetusan suatu gagasan yang meragukan karena tidak memiliki kontrol/ramalan ilmu.
Seorang ilmuan tentu di dalam dirinya harus mengalir sederetan proses ilmu dan mengerti mekanisme kerjanya, sehingga ketika ia menghasilkan suatu karya ilmu, kemungkinan hasil temuan atau pengembangannya akan diakui oleh ilmuan lain dan akan memberikan kepuasan bagi pelaku penelusuran proses metode ilmu itu sendiri.
Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah mereupakan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu. sehingga seorang ilmuan harus memiliki pemahaman metode ilmu dan mampu memanfaatkannya sebagai media untuk menghasilkan suatu temuan-temuan baru atau pengembangan-pengembangan baru dari sebuah ilmu pengetahuan yang telah diakui eksistensinya oleh segenap ilmuan yang menekuni disiplin ilmu tertentu.
Ilmu, secara kuantitatif dapat dikembangkan oleh masyarakat keilmuan secara keseluruhan, meskipun secara kualitatif beberapa orang jenius seperti Newton atau Einstein, merumuskan landasan-landasan baru yang mendasar. Ini berarti bahwa siapapun yang berpengetahuan berhak dan dapat menjadi ilmuan dengan tetap berjalan di jalur aturan-aturan ilmiah maupun prinsip-prinsip yang telah diwariskan oleh para ilmuan terdahulu.
PEMBAHASAN
A. STRUKTUR ILMU PENGETAHUAN
1. Pengertian Struktur Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alima sama dengan kata dalam bahasa Inggris, science yang berasal dari bahasa latin, Scio atau Scire yang kemudian di Indonesiakan menjadi sains.
A. Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan ilmu adalah pelukisan fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah yang sesederhana mungkin. Pelukisan secara lengkap dan konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan analisa, melakukan pengklasifikasian dan melakukan pengkajian.
Jujun S. Suriasumantri menggambar dengan sangat sederhana namun penuh makna, ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi.
Beerling Kwee, Mooij dan Van Peursen menggambarkan lebih luas, ilmu timbul berdasarkan atas hasil penyaringan, pengaturan, kuantifikasi, obyektivasi, singkatnya berdasarkan atas hasil pengolahan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang dapat dikumpulkan.
Dengan demikian ilmu adalah kumpulan pengetahuan secara holistic yang tersusun secara sistematis yang teruji secara rasional dan terbukti empiris. Ukuran kebenaran ilmu adalah rasionalisme dan empirisme sehingga kebenaran ilmu bersifat rasional dam empiris.
Fungsi dari ilmu atau pengetahuan ilmiah adalah menjelaskan, meramal dan mengontrol. Sebagai contoh kaitan hutan gundul dengan banjir memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi sekiranya hutan-hutan terus ditebang sampai tidak tumbuh lagi. Sekiranya kita tidak menginginkan timbulnya banjir sebagaimana diramalkan oleh penjelasan tadi maka kita harus melakukan kontrol agar hutan tidak dibiarkan menjadi gundul. Demikian juga jika kita mengetahui bahwa hutan-hutan tidak dtebang sekiranya ada pengawasan, maka untuk mencegah banjir kita harus melakukan kontrol agar kegiatan pengawasan dilakukan, agar dengan demikian hutan dibiarkan tumbuh subur dan tidak mengakibatkan banjir.
Pengetahuan tentang kaitan antara hutan gundul dengan banjir memungkinkan kita untuk bisa meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak.
Secara garis besar ada empat jenis pola penjelasan :
1. Deduktif
Mempergunakan cara berfikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.
Contoh klasik misalnya, semua manusia adalah fana. Socrates adalah manusia. Oleh sebab itu Socrates adalah fana.
2. Probalitas
Merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus yang dengan demikian tidak memberi kepastian dimana penjelasan bersifat peluang seperti: kemungkinan, kemungkinan besar, atau hamper dapat dipastikan.
Misalnya jika ditanya, mengapa presiden John Kenedy dibunuh? Kita bisa saja menjawab "mungkin pembunh itu gila.
3. Fungsional/teleologis
Merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan system secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu.
Dalam Antropologi ini sering digunakan, misalnya mengapa anak-anak sekolah menghormati bendera? Penjelasan fungsional mungkin akan menjawab bahwa penghormatan tersebut akan menjadikan anak-anak itu lebih patriotik.
4. Genetik
Mempergunakan factor-faktor yang timbul sebelumnya dengan menjelaskan gejala yang muncul kemudian.
Misalnya untuk menerangkan mengapa seorang anak mempunyai tipe rambut tertentu, yakni dengan memakai faktor keturunan yang dihubungkan dengan karakteristik orang tua si anak tersebut.
Tidak satupun dari pola-pola tersebut di atas mampu menjelaskan secara keseluruhan suatu kajian keilmuan dan oleh sebab itu dipergunakan pola yang berbeda untuk menjelaskan masalah yang berbeda pula.
Sedangkan stuktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan; yang disusun dengan pola tertentu.
Peter R Senn dalam buku Ilmu dalam Perspektif (Jujun S Suriasumantri, Jakarta, 1981,h.110-128) meskipun tidak secara gambling ia menyampaikan bahwa ilmu memiliki bangun struktur.
Van Peursen mengambarkan lebih tegas bahwa ilmu itu bagaikan bangunann yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsure dasar tersebut tidak pernah lansung didapat di alam sekitar. Lewat observasi ilmiah batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian, digolongkan menurut kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Susunan limas ilmu yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara berbeda-beda meresap sampai dasar ilmu.teori hukum hipotesa Hasil observasi (konsep ilmiah) Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari)
Skema struktur dan proses pengetahuan ilmiah
Teori merupakan pengetahuan iilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu factor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.10 umpamanya dalam ilmu ekonomi dikenal teori ekonomi makro dan mikro sedang dalam ilmu fisika ada teori mekanika Newton dan teori relativitas Einstein. Sebenarnya tujuan akhir setiap disiplin keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori kelimuan yang bersifat utuh dan konsisten.
Sebuah teori biasanya terdiri dari hukum-hukum. Hukum pada hakekatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variable atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat. Misalnya dalam teori ekonomi mikro terdiri dari hukum penawaran dan permintaan.
Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa teori adalah pengetahuan ilmiah yang memberikan penjelasan tentang mengapa suatu gejala-gejala terjadi
sedangkan hukum memberikan kemampuan kepada kita untuk meramalkan tentang “apa” yang mungkin terjadi. Dimana teori dan hukum merupakan alat kontrol gejala alam yang bersifat universal.
Ilmu teoritis terdiri dari sebuah system pernyataan. Dimana beberapa ilmu teoritis ini disatukan dalam sebuah konsep dan dinyatakan dalam sebuah teori. Makin tinggi tingkat keumuman suatu konsep maka makin teoritis konsep tersebut. Makin teoritis suatu konsep maka makin jauh pernyataan yang dikandungnya bila dikaitkan dengan gejala-gejala fisik yang tampak nyata.
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subketif individual sampai yang obyektif. Atau dengan kata lain proposisi adalah berbagai keterangan mengenai obyek sebenarnya yang dituangkan dalam pernyataan-pernyataan, petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlansung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan obyek sederhana itu.
Dapat dibedakan menjadi tiga ragam proposisi yaitu asas, kaidah dan teori.
1. Asas Ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati.
2. Kaidah Ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena.
3. Teori Ilmiah
Suatu teori dalam scientific knowledge adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan mengenai sejumlah fenomena.
Disamping hukum maka teori keilmuan juga mengenal kategori pernyataan yang disebut prinsip. Prinsip dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi. Dalam ilmu ekonomi kita mengenal prinsip ekonomi dan dalam fisika kita mengenal prinsip kekekalan energy. Dengan prinsip-prinsip ini kita mampu menjelaskan kejadian-kejadian yang terjadi dalam ilmu ekonomi dan fisika.
Beberapa disiplin keilmuan sering mengembangkan apa yang disebut postulat dalam menyusun teorinya. Postulat merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktiannya. Kebenaran ilmiah pada hakikatnya harus disahkan lewat sebuah proses yang disebut motede keilmuan. Postulat ilmiah ditetapkan tanpa melalui prosedur ini.
Bila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang kebenarannya maka hal ini berlainan dengan asumsi yang harus ditetapkan dalam sebuah argumentasi ilmiah. Asumsi harus merupakan pernyataan yang kebenarannya secara empiris dapat diuji. Sebagai contoh umpamanya kita dapat mengambil cara orang mengemudikan mobil dijalan raya. Sekiranya orang itu beranggapan bahwa keadaan jalan raya pada waktu pagi buta adalah aman disebabkan karena jarangnya kendaraan yang lalu lalang, maka kemungkinan besar orang itu akan mengendarai mobilnya secara kurang hati-hati, toh asumsinya bahwa jalanan adalah aman bukan? Sebaliknya mungkin juga terdapat orang lain yang mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut penilainnya justru pada pagi butalah keadaan jalanan adalah sangat tidak aman disebabkan banyak orang mengendarai mobil secara sembrono. Oleh sebab itu maka dia memilih asumsinya bahwa keadaan jalan raya adalah tidak aman. Itulah sebabnya maka asumsi ini harus dibuktikan kebenarannya sebab dengan asumsi yang tidak benar kita akan memilih cara yang tidak benar pula.
B. KLASIFIKASI ILMU PENGETAHUAN
Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan tak berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama disiplin-disiplin yang khusus mengenai keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum dengan menggunakan bilangan) dimasukkanke dalam golongan cabang ilmu yang tidak berguna. Klasifikasi ini memberikan makna implisit menolak adanya sekularisme, karena wawasan Yang Kudus tidak menghalang-halangi orang untuk menekuni ilmu-ilmu pengetahuan duniawi secara teoritis dan praktis.
Secara umum ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun secara hirarkis ilmu-ilmu metodologis, ontologis, dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.
Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofis ke dalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir yurispedensi dan teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fikih lansung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik.
Sedangkan Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghair syar’iyyah. Begitu juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghair hikmy. Ilmu nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religius, karena dia menganggap ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban yang memiliki syar’iyyah (hokum wahyu).16
Pemakaian istilah ghair oleh Al-Ghazali dan Quthb al-Din untuk ilmu intelektual berarti, bagi keduanya ilmu syar’iyyah lebih utama dan lebih berperan sebagai basis (landasan) untuk menamai setiap ilmu lainnya.
Dr. Muhammad Al-Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua, pertama; ilmu yang bersumber dari Tuhan, kedua; ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu, pertama, ilmu Qadim dan kedua ilmu hadis (baru). Ilmu Qadim adalah Ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu hadis (baru) yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
Namun di sini Penulis menganggap perlu mengemukakan klasifikasi Al-Ghazali, karena Al-Ghazali-lah sebagai peletak dasar filosofis pertama kali teori iluminasionis dalam arti pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran. Dan dia berpendapat bahwa pengetahuan intuisi (ma’rifah) yang dating dari Allah lansung kepada seseorang adalah pengetahuan yang benar.
Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah dan ilmu ‘aqliyyah:
I. Ilmu Syar’iyyah
1. Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-Ushul)
1) Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-Tauhid)
2) Ilmu tentang Kenabian
3) Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
4) Ilmu tentang sumber pengetahuan religius. Yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah (primer), ijma’, dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori;
i. Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
ii. ilmu-ilmu pelengkap, terdiri dari ilmu Qur’an, ilmu riwayat al-Hadis, ilmu ushul fiqih, dan biografi para tokoh.
2. Ilmu tentang Cabang-cabang (Furu’)
1) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (Ibadah)
2) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat
3) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
II. Ilmu Aqliyyah
1. Matematika: aritmatika, geometri, astronomi, dan astrologi, music
2. Logika
3. Fisika /Ilmu alam: kedokteran, meteorologi, mineralogi, kimia
4. Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika:
Ontologi
1) Pengetahuan tentang esensi, sifat, dan aktifitas Ilahi
2) Pengetahuan tentang substansi-substansi sederhana
3) Ilmu tentang dunia halus
4) Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang mimpi
5) Teurgi (nairanjiyyat), ilmu ini menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak seperti supernatural
Sejarah perkembangan ilmu pasca Al-Ghazali mengalami pengaruh cukup signifikan. Bahwa pemikiran ilmu di dunia Islam cenderung kurang rasionalistik dan lebih selaras dengan pandangan dunia al-Qur’an. Oleh karena itu banyak pemikir dan filosof sesudahnya mengembalikan peran nalar pada posisi seimbang. Seperti Quthb al-Din memberikan klsifikasi jenis ilmu secara garis besar menjadi ilmu Hikmat (filosofis) dan ghair hikmat (nonfilosofis). Al-Ghazali yang sebenarnya berusaha meratakan jalan bagi penyebaran madzhab filsafat iluminasionis (isyroqi). Sedangkan Quthb al-Din mengacu lebih dari sekali pada basis Qur’anik Hikmat. Filsafatnya adalah filasafat iluminasionis (Hikmat Dzauqi) yang didasarkan pada pengalaman suprarasional atau iluminasi intelek, tetapi pada saat yang sama, dia memanfaatkan sebaik-baiknya penalaran Diskursif.
Dalam diskursus pemikiran jenis-jenis ilmu dalam Islam tersebut di atas, pemikiran falsafi yang sangat berbeda dengan Barat. Bentuk-bentuk pemikiran seperti Empirisme, rasionalisme, dan ilmu nasionisme telah banyak disinggung oleh para pemikir Islam sejak awal dengan basis landasan wawasan bahwa sumber pengetahuan adalah Yang Kudus. Namun penyebab perbedaan di antara hal ini adalah adanya concern dan penekanan metodologis, ontologism, dan etis dan yang memiliki kapasitas yang berbeda dan bersifat relatif.
Karena semua bentuk pengetahuan yang bersifat empiris, rasionalis, dan iluminasionis, ketiganya bersumber dari manusia yang bersifa relatif. Relatifitas itu tidak saja dari pemikiran, tetapi juga perangkat yang dimiliki oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan, seperti pancaindra, akal, dan wahyu. Oleh karena itu, hanya adanya wawasan Yang Kudus-lah yang membedakan pemikiran Islam dengan Barat.
Khususnya di abad komtemporer, upaya integrasi terus dilakukan guna mencapai upaya Islamisasi ilmu. Dan perihal yang perlu diketahui bahwa yang membedakan antara upaya pengembangan pembidangan ataupun klasifikasi jenis dan bentuk ilmu di Barat dan di dunia Islam adalah Islam mengenal visi, heararki kelilmuan. Yakni Islam memandang terdapat hirarki dalam obyek yang diketahui dan subyek yang mengetahui. Adanya pengakuan wawsan Yang Kudus dan kemudian terjabarakan secara hirarkis ke dalam perbagai bidang kelimuan. Dan masing-masing ilmu memiliki visi, teoritas dan religius.
Struktur ilmu -ilmu Islam ideal secara teoritis tak dapat ditemukan. Masing-masing klaisfikasi yang disodorkan oleh sarjan dan ilmuan muslim yang telah ada memiliki corak dan penekanan yang berbeda.
Sejak abad ke-19 dunia Islam telaah merasakan perbenturan dengan Barat. Sebagaimana yang disinggung oleh Fazlur Rahman. Bahwa hegemoni Barat dengan membawa nilai sekularnya pun menembus pada sendi-sendi, struktur-struktur ilmu-ilmu Islam, seperti di tingkat teoritis berupa gejala rasionalis buta yang tidak mengindahkan nuansa religius, dan akhirnya merambat ke tingkat praktisi. Oleh karena itu format ideal struktur ilmu-ilmu keislaman seharusnya disusun ulang secara komprehensif, dengan merumuskan adanya pengakuan secara sadar-atau menuju kmepada kesadaran Ilahiyah-terhadap sumner ilmu yang bersifat Esa. Yang diwahyukan dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya.
KESIMPULAN
1. Struktur ilmu dalam filsafat ilmu merupakan bagain yang penting dipelajari mengingat ilmu merupakan suatu bangunan yang tersusun bersistem dan kompleks.
2. Melalui ilmu kita dapat menjelaskan, meramalkan dan mengontrol setiap gejala –gejala alam yang terjadi.
3. Struktur ilmu terdiri atas konsep, istilah, definisi, proposisi, teori, hukum, dan asumsi
4. Makin tinggi tingkat keumuman suatu konsep, maka semakin teoritis konsep tersebut. Makin teoritis suatu konsep, maka semakin jauh pernyataan yang dikandungnya.
5. Para ilmuan berbeda-beda dalam mengklasifikasi ilmu, ada yang berdasarkan dikotomi yang berlawanan, ada yang didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan, dan ukuran kesederhanaan, ada juga yang didasarkan pada ilmu yang berguna dan tak berguna, ada yang mendasarkan ilmu syar’iyah dan aqliyah dan ada pula yang mendasarkan pada sumbernya.
6. Akal budi manusia tidak mungkin berhenti berpikir, hasrat mengetahui ilmuan tidak padam, dan keinginan berbuat seseorang tidak bisa dihapuskan. Ini berarti perkembangan ilmu pengetahuan akan berjalan terus dan pembagian ilmu yang sistematis yang akan melahirkan sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi (spesialisasi).
SUMBER
- www.google.com
ICHWANUL ICHSAN
1DA01
43211453
Tidak ada komentar:
Posting Komentar